Total Tayangan Halaman

Friends

Visitor

free counters

Daftar Blog Saya

Kamis, Mei 06, 2010

ICA (pek deeh...)

Ini kisah yang bercerita tentang seorang gadis bernama Ica. Selama ini, dia merasa bahwa kehidupan remajanya begitu monoton. Dengan teman yang sama, kelas yang sama, pelajaran, orang tua… apalagi tentang masalah yang satu ini PACAR. Yah, salah satu hal yang dianggapnya masalah. Selama ini, dia tidak pernah pacaran. Dan setiap hari dia menjalani hidupnya yang begitu hampa. Benar-benar masa remaja yang gak menyenangkan!

“ Kamu bisa menciptakan masa remaja yang indah kalau kamu mau,coba deh buka mata kamu. Dan lihat semua hal yang ada di sekelilingmu. Ada banyak hal yang bisa kamu lakukan bila kamu menginginkannya…”

Teringat lagi nasihat mbak Niken kemarin, sebelum dia pergi ke Surabaya buat ngelanjuti kuliahnya. Ica merenung di dalam kamarnya. Bergelayutan di ranjang hampir mirip monyet alaska, memainkan ujung gulingnya. Setelah merenung seharian, dia baru tau apa yang bisa dia lakukan. Dia beranjak mengambil bindernya, lalu menuliskan sebuah program hidupnya disana:

Proyek masa remajaku:

1. Akrab sama semua orang di sekolah ( termasuk pak satpan, tukang kebon, cleaning servis, kecuali orang gila depan sekolah!)Yuupz… karna aq yakin, semakin luas orang yang qt kenal semakin banyak pelajaran hidup yang qt dapat!

Pentagon: CERPEN2. Usahakan nggak punya musuh di sekolah. ( eeeemmh… kayaknya gak ada yg musuin aq deh. Aman!)

3. Nyapa Neni, (si cewek pendiam yang selalu di jauhin orang satu sekolah. Saking culunnya dia, dan bau badannya yg apek banget. Bikin orang risih ada di deketnya. Yaaackz…)

4. Menjadi juara kelas (Saingannya berat boo’…. >.<)

5. And then… Ngobrol bareng IBAZ. ( cowok yang selama ini aq taksiiiirr…)

Weeitz… tunggu2… aq bisa nggak ya??? Secara, tau kalau dia ada di deket q aja jantung rasanya mau copot. Gimana mau ngobrol coba? Nggak… aq harus berani dong, kapan lagi coba. Waktu aq sama dia di SMK udah sebentar, bentar lagi qt udah lulus. Senggaknya aq nggak mau dibayang-bayangngi rasa menyesal kalau nggak sempet bilang…. Kalo aq…. Menaruh perhatian yang lebih ke dia.

Oke.

Go Ica, go Ica, GO…!!!!

Setelah menghibur diri sendiri, kalau dia dapat melakukan semuanya pada masa SMK ini, Ica terlelap dalam mimpinya yang indah tentang harapan…

>o<

“ Met pagi pak…” sapa ica pada pak satpam yang kebingungan mencari arah suara cempreng itu.

“ Eh enneng… pagi juga neng…” sahut pak satpam yang lagi asik nyomotin pisang goreng di meja kerjanya. Ica tersenyum manis, “eh si enneng mau?” Tanya pak satpam itu sambil member piring yang isinya gorengan semua. TAnpa malu-malu Ica menyomot tahu isi, “ Eh iya pak mau… makasih ya pak…”

Hari masih terlalu pagi, untuk ke sekolah. Namun itu di lakukan ica karna dia mau melaksanakan proyeknya kali ini. Setelah asik berbincang-bincang sama pak Sudin, nama pak satpam sekolah itu. Dia jadi tau, bahwa anak tunggal pak Sudin, bekerja sebagai satpam untuk menghidupi 1 istri dan kesepuluh anaknya. Meski begitu, uang kerjanya belum cukup, di malam hari dia memunguti barang-barang bekas di tempat sampah untuk dijual lagi sebagai tambahan. Dari sini, Ica belajar 2 hal: Tentang kerja keras yang harus di raih demi orang2 yang qt sayang. Dan yang kedua, untuk mengikuti program KB kalo udah kawin nanti, biar anaknya nggak kebanyakan… kaya’ Pak Sudin yang sampek kebingungan ngurusin uang sekolah kesepuluh anaknya…

Dan selanjutnya, tukang kebun sekolah yang memiliki kisah tragis. Dulu dia pernah mengalami kebakaran. Sehingga menimbulkan luka berbekas pada punggungnya, dan pak kebun mengijinkan Ica untuk melihatnya. Ica hanya bisa meringis, ia tau pasti itu rasanya sakit banget, dan sembuhnya lama. Tapi pak kebun berusaha untuk memperjuangkan hidupnya. Demi keluarganya, karna dialah satu-satunya laki-laki di keluarganya, setelah meninggalnya bapaknya di kebakaran itu.

Dan, dia juga berani menyapa Neni, walau dia harus betah-betahan ngobrol disamping cewek yang bau badannya bak comberan itu. Di hari pertama perkenalan mereka, Ica menghadiahkan Neni satu deodorant yang akurat, dan parfum yang mereknya sama dengan yang dia pakai. Neni senang sekali dengan keramahan Ica, dia orang pertama yang menyapanya selama 1 tahun sekolah di sini, karna yang lain cenderung menjauhinya. Karna seragam butut dan roknya yang di pake diatas puser. Ica berniat memperbarui penampilan teman barunya itu. Dan Neni mengijinkannya, setelah merombak wajah dan menjait ulang roknya di kamar mandi sekolah, Neni tak lagi si gadis culun, Ica menyarankan agar roknya sedikit di kebawahin, dan kancing paling atas di krahnya itu nggak usah di pasang. Ica juga menyarankan agar Neni mencari model kacamata yang baru. Yang lebih keren gitu lho, karna Ica yakin banget kaca mata Neni sama persis kayak kaca mata yang sering di pakai almarhumah neneknya.

Senang rasanya, dapat membagi kebahagiaan dengan orang lain, Ica memperkenalkan Neni dengan teman-temannya di kelas, dan teman-temannya sedikit kaget dengan perubahan Ica saat ini.

“ Kamu kenapa Ca? kok kayaknya ada yang beda hari ini?” Tanya Dito, salah satu temannya. Ica berhenti tertawa lalu menyimak pertanyaan Dito. “ Emangnya apa yang beda? Yah, sekarang aku tau aja gimana cara efektif buat bahagia…” Katanya simple sambil tersenyum.

“ Ciiiee…. Sejak kapan kamu suka meneliti hal-hal yang begituan Ca??” celetuk Selvi dari belakang mejanya.

“ Sejak kapan yaaach… Sejak aku yakin kalau kalian nggak akan pernah memikirkan hal ini.” Ujar Ica. Matanya menerawang pada setiap mahluk yang memenuhi kantin sekolahnya itu.

“Hidup ini adalah tentang memilih untuk menggunakan hidupmu untuk menyentuh hidup orang lain dengan cara yang tak bisa digantikan dengan cara apapun.” Kata Ica setelah sejenak terdiam. Dito, Selvi, Rena dan Yozi teman-temannya itu terdiam menatap Ica dengan tampang aneh, mereka menyerap kata-kata yang habis di ucapkannya.

“ Iya juga sih Ca, menurutku apa yang kamu bilang tuh bener…” celetuk Rena kemudian. Ica menatap satu persatu temannya.

“ Hehehehe…. Tau nggak tadi tuh kata-katanya aku salin dari buku lho…” Ica nyengir kuda.

“ yeeee… kita kira kamu bikin sendiri…. Nggak taunya nyontek di buku to, capek dhe…” Yozi menepuk pelan bahu Ica dari belakang. Ica tertawa renyah, dan lainnyapun ikut tersenyum.

>o<

Malam tak lagi beriku pilihan, Hanya sepi yang dia persembahkan, Untuk asa yang diam dalam angan. Menatap bayang yang tak mau hilang. Tetap didepanku, di ujung tatapku.

Tak mau pergi.

Tak Pernah Mau Pergi!

Malam yang dingin, Ica iseng mencorat coret bindernya di kamar. Sekarang dia lagi mikirin, gimana caranya buat ngobrol sama Ibaz. Cowok pendiam itu, yang udah berani-beraninya memikat hati Ica dengan senyum manisnya. Oke, dia emang selalu tersenyum dimana saja, dan kesiapa saja. Susah banget rasanya buat nyari topic yang pas, untuk mengawali percakapan dengan dia.

“ Huuh… gimana yaaaa. Gimana? Gimana? Gimana? Hoooa… puuusiiing……” Ica mulai bicara sendiri di kamarnya.

“ Woy gila. Pake ngomong sendirian, udah strez ya non?” Bang Indra muncul dari balik kamar sambil mesem-mesem. “ Iih… apaan sih?? Udah sana pergi, ganggu konsentrasi orang ajah.” Ica jadi sewot karna Masnya itu nguping. “Cie laah mikirin cowok ajah pake konsentrasi! Tak bilangin ke bokap baru tau rasa ya!” ancam bang Indra masih di balik pintu kamarnya, hanya kepala botaknya yang nongol.

“Bodo, bilangin aja sana!” Ica beranjak, lalu mengunci kamarnya dari dalam, dengan bibir melet sebelum abangnya itu pergi.

>o<

Ica tengah duduk di bawah pohon mangga di sudut sekolah, dengan buku tugas kimia yang tengah ia kerjakan. Sambil iseng-iseng dia menulis puisi di balik buku itu. Ibaz ada di sana, dia tengah mengobrol bersama kedua temannya, Ica senang memperhatikan gerak geriknya. Sambil sesekali menatapnya, Ica menggoreskan bolpen ke halaman belakang buku kimianya…

Apa yang harusku lakukan saat bayangmu tak mau pergi? Menyiksa setiap hela nafasku. Aq tak lagi peduli dengan waktu, yang membawaku berlalu, yang ada hanya hari-hariku tanpamu… Dan kenyataan tak memberi kepastian apakah q dapat memilikimu… Cinta dan harapan bersatu pada setiap langkah q. Selama perjalanan ini, aq dan bayangmu tak pernah mau jauh…

Ica menghembuskan nafas panjang lalu mengukir graffiti nama Ibaz di samping puisi itu. Tidak jelas emang, tapi kalau jeli, pasti dapat membacanya.

Bel masukpun berbunyi, Ica segera bergegas meninggalkan tempat itu. “Hey, Rena bareng donk…” teriaknya sambil menghampiri salah satu teman baiknya itu. Rena tersenyum, lalu mereka beriringan menuju kelas.

Saat Bu Tari meminta tugas kimianya di kumpulkan, Ica tampak bingung mengaduk-aduk isi tasnya. “ Kenapa Ca?” Tanya Selvi, teman sebangkunya. “ Duh, gawat. Buku tugas kimiaku kok nggak ada ya?? Padahal baru tadi pagi aku ngerjakan…” kata Ica dengan nafas ngosngosan. “ Lho, terakhir kamu megangnya kapan?” Tanya Selvi lagi, ikutan bingung. Setelah sejenak berpikir, Ica baru ingat.

“ Yak ampuuun, lupa! Palingan ada di pohon mangga itu ya? Aduh gawat gawat gawaaat… kalo sampek ilang gimanaaa…” Ica langsung beranjak dari kursinya, dan meminta ijin pada bu Tari untuk keluar sebentar. Setengah berlari Ica menuju ke tempat tadi pagi ia mengerjakan tugas. Sampai disana tak ditemukannya buku itu, bener-bener nggak ada.

“ Aduuuuh… gimana nih, mampus gue… Uhk..” Ica menghempaskan tubuh mungilnya di bangku kosong itu. Sebel dia, ama dirinya sendiri, karna nilai itu penting buat rapotnya ntar. “ Ica… Ica… kamu kok teledor banget sie…” katanya pada diri sendiri, tetap disana. Membuang rasa kesalnya pada diri sendiri.

“ Kamu cari ini?” terdengar suara seseorang dari belakang. Ica terhenyak, membalikkan tubuhnya cepat. Dan segera mematung saat itu juga, dengan mulut yang menganga. Orang itu tetap disana sambil tersenyum, dan tangannya mengulurkan buku yang di cari-cari sama Ica. Lama banget rasanya Ica tetap diam, dan menetralisir jantungnya yang mau nyembul keluar. Ibaz di depannya, sambil merangkul tas dengan tangan kirinya, dan tangan kanan yang memegang buku kimia Ica. Untuk beberapa menit rasanya Ica mengidap penyakit gagu. “ Ehm…” Ibaz berdeham pelan, sambil menatap aneh pada tingkah Ica.

“ Ica, ini buku kimia yang kamu cari-carikan?” keluarlah kalimat itu dari bibir Ibaz, Ica menatapnya, berharap adegan barusan dimainkan dengan slow motion. “ Emh,, aku tau nama kamu dari buku ini.” Katanya lagi.KYAAAA…!!! Dia nyebutin namaku, OMG… Oh My God… Ica bener-bener nggak percaya, ini bener-bener terjadi. Ica berusaha sadar dari dunianya sendiri.

“ Ooh, i.. iya… ini bener buku saya… ” Ica mengucapkannya dengan terbata-bata kaya habis lari marathon 100km. Ica mengambil buku itu dari tangan Ibaz.

“ Makasih…” Ica langsung memberikan senyum termanis yang dia punya. Ini masih belum berakhir, Ibaz duduk di sampingnya. Dia mengatakan, bahwa gurunya telat masuk Lab kali ini, jadi banyak anak yang masih di luar.

“ Materi kamu masih sampai redoks ya? Kalau di kelasku udah larutan elektrolit.” Ibaz terlihat santai saat berbicara, seakan mereka sudah saling mengenal. Ica hanya terdiam, ia memastikan agar tidak ada satu detikpun momen ini yang terlambat dia rekam di otaknya. Ibaz menatap pada pintu Lab yang masih terbuka. Ica menatapnya, memperhatikan garis wajah Ibaz, orang yang selama ini dia dambakan, tengah duduk di sampingnya. Dan bebicara dengannya. Ibaz kembali mentap Ica, yang tengah asik memandanginya. Beberapa detik mereka saling berpandangan, Ica berteriak , dalam hati.

“ Emh, Ica. Puisi kamu bagus juga ya. Aku pingin tau lebih banyak selain yang ada di buku kimia kamu itu.” Ibaz mengatakannya dengan senyum, sambil menatap buku yang ada di pangkuan Ica. Ica terhenyak, jadi dia baca puisi aku??? Upz jangan bilang kalo dia juga baca….. Pikiran Ica bener-bener kacau.

Tiba-tiba Ibaz berdiri, sambil tersenyum lebar menatap mata Ica yang kebingungan. Sebelum berbalik menuju Laboratorium Ibaz mengatakan sesuatu padanya…

“ Kamu juga jago buat graffiti, kembangkan yah…” Ibaz tersenyum jenaka, menunjukkan gigi-giginya yang putih. Dan tubuh jangkung nan rupawan itu pergi meninggalkan Ica yang menderita kejang-kejang ringan. IBAZ TAU, KALO AKU MENULIS NAMANYA DI SAMPING PUISI ITU?! Mulut Ica Menganga lebar banget, sampek tikuspun kayaknya bisa masuk kesana. Dia rasa, seluruh darah yang ada di tubuhnya mengalir keatas kepala dan memenuhi wajahnya yang merah padam, entah malu, kaget, senang, menyatu dalam benaknya. Ica mematung, kemudia tersenyum… semakin lebar… semakin lebar…. Dan dia berlari kencang menuju kelas dengan hati yang sangat bahagia. Apa yang dia bilang tadi? mau tau puisi-puisiku yang laen?? Itu tandanya dia ngajak ngobrol bareng lagi dong??? yEEz… Ingin rasanya teriak menumpahkan semuanya, bahwa keinginannya bisa berlangsung semudah ini. Namun, ada satu masalah yang tengah menunggunya. Senyumnya tertahan, saat menatap wajah geram Bu Tari.

“ ICAAA… kamu habis ngambil buku di Hongkong apa sampai selama ini???” teriak bu guru hingga menggemparkan ruangan, matanya menatap marah pada Ica yang tengah memberi wajah innocentnya.

“ He he he… maap bu, barusan ada keberuntungan yang nyegat saya… He…” Ica tersenyum menjelaskan.

“ Kerjakan tugas halaman 5-20 kumpulkan sekarang juga!!"

Upz… mati gue…

By: N_ XI MM

(cerita ini hanya fiktif belaka ^_^)

Kita tidak pernah kalah karena mencintai seseorang.

Kita selalu kalah karena tidak berterus terang

-Barbara DeAngelis-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

VISIT HERE

MY BANNER