Total Tayangan Halaman

Friends

Visitor

free counters

Daftar Blog Saya

Selasa, Mei 25, 2010

KEYAKINAN dan SENDAL JEPIT

Pagi ini hujan rintik-rintik turun, hingga membuat pelataran rumah seluruhnya basah. Gina hanya dapat termenung menatap genangan air di beranda rumahnya. Teringat akan kejadian semalam . Yang membuatnya kali ini harus berpikir keras, mengambil sebuah keputusan. Dia genggam erat gantungan kunci berbentuk separuh hati dengan perasaan galau, teringat akan separuhnya lagi yang dimiliki seseorang. Yang tengah dipikirkannya. Mantan kekasihnya....

>.<


Kejadian semalam....

“Makasih ya Ji, udah mau direpotin sama aku.” Ucap Gina seraya memakan bakso yang ada di hadapannya.

“Nggak papa, aku seneng direpotin sama kamu...” Aji tersenyum sambil menatap gadis itu. Gina menunduk tak berani menata sepasang mata elang itu. Gina menetralkan hatinya, menarik nafas panjang sebelum dia berkata-kata.

“Aku janji ini terakhir kalinya aku minta pertolongan kamu.” Ucap gadis itu yang mulai membuat Aji merasa tak nyaman.

“Gin, aku sudah bilangkan, aku selalu siap buat ngebantu kamu. Apapun itu, dan aku sama sekali nggak terbebani kok. Aku seneng kalau bisa berguna buat kamu...” Aji mengatakan itu dengan caranya yang selama ini Gina tau. Yang berbulan-bulan yang lalu pernah mengisi harinya. Tapi dia telah mengambil keputusan, dan itu nggak mudah untuk dirubah.

“Nggak Ji, aku nggak bisa kayak gini terus. Aku pengen bener-bener bisa ngelupain kamu. Semuanya udah selesai... Aku cuma masa lalu buat kamu. Seharusnya kamu lebih meluangkan waktu buat Febi.” Gina mengatakan setiap kata itu tanpa pernah menatap Aji. Tangannya menggenggam erat garpu serta sendok, berharap rasa gundahnya bisa menghilang. Aji tak kunjung berbicara dan itu membuat Gina semakin gundah gulana.

“Berapa kali sih Gin aku harus bilang sama kamu. Kalau aku sama Febi tuh nggak ada hubungan apa-apa! Sadar nggak sih kamu. Kalau selama ini aku bener-bener serius ngejalani hubungan sama kamu...” Aji sedikit membentak namun tetap menjaga suara agar tidak terdengar oleh yang lain. Gina tertegun menatapnya.

“Ji. Kita udah selesai ngomongin masalah ini dua bulan yang lalu ya. Aku nggak mau lagi memperdebatkan hal yang udah jelas terjadi.” Gina beranjak dari duduknya menyamber tas serta bukunya dari atas meja.

“Makasih banyak udah mau nemenin aku malam ini. Dan aku janji obrolan seperti ini nggak bakalan terjadi lagi.” Dia menuju kasir lalu membayar makanannya disusul oleh Aji yang berkali-kasli memanggil namanya. Dia tidak menghiraukan hal itu. Terlalu lelah mengulang lagi hal yang sudah berlalu.

“Gina... Gin... dengerin aku dulu dong, kamu nih kebiasaan kalau di panggil nggak pernah nyahut.” Gina tau Aji bakalan mengikutinya, seperti yang dia hafal. Tapi tidak kali ini dia harus tegas mengambil keputusan.

“Kamu yang kebiasaan Ji, kenapa sih nggak bisa biarin aku nentuin pilihan?! Kamu selalu nggak setuju sama apapun keputusan aku!” Aji kaget mendapati Gina berbalik lalu menyemprotnya dengan kata-kata seperti itu.

“Kalo kamu mau menentukan pilihan, kamu harus tau apa masalahnya... jangan asal-asalan gitu dong.” Ujar Aji.

“Aku nggak pernah asal-asalan!” Gina semakin gondok.

“Oke, apa namanya kalo bukan asal-asalan. Kamu mutusin aku tanpa sebab hanya karna aku goncengan berdua bareng Febi? Udah jelaskan kalo Masnya tuh cuman pengen aku nganterin Febi ke tempat lesnya. Kamu tuh terlalu cemburu buta tau nggak.”

“Oh ya? Nganterin les tapi pelajaran belum selesai kamu udah ngajakdia maen ke pantai?! Seneng-seneng terus ketawa-ketawa sama dia. Apanya yang kurang jelas??! Semua tuh SANGAT JELAS.” Gina mati-matian mengeluarkan suaranya yang mulai menghilang karena menahan tangis. Aji mendekatinya menyentuh kedua pundaknya dengan lembut. Gina tak mampu menatapnya. Tidak dengan keadaan seperti ini. Saat dia mulai bisa melupakan cinta yang dulu ada untuk Aji. Dia tidak mau mengulang kesalahan yg sama.

“Gin....”

“Udah deh Ji semuanya udah selesai. Aku nggak mau mempersalahkan ini semua. Kita cuman temen sekarang. Aku salah udah minta bantuan sama kamu kalau akhirnya kayak gini.” Hanya suara pelan yang dapat keluar dari bibirnya. Aji terdiam.

“Nggak kamu nggak salah... Mungkin aku yang salah karena udah terlalu banyak berharap sama kamu...” Aji melepaskan Gina, kali ini Gina yang menatap cowok itu berusaha menemukan mata elangnya yang tertutu cahaya remang.

“Apa semuanya nggak bisa diperbaiki lagi Gin... Aku bener-bener nggak bisa kehilangan kamu. Semuanya kacau tanpa kamu.” Aji menunduk kali ini tembok ketegarannya runtuh sudah. Gina menatapnya lalu membuang pandangan menuju jalan-jalan yang ramai. Ini salahnya karena meminta bantuan pada Aji. Membuat mantannya itu beranggapan, itu harapan baru untuknya.

“Aku mau pulang. Anggap aja hal ini nggak pernah terjadi... Makasih” Gina mengucapkan kata terakhir dengan nada bergetar segera berbalik arah karna air matanya tak terbendung lagi. Meninggalkan Aji yang menatapnya dengan penuh harapan. “Gin aku masih sayang sama kamu!” teriak Aji yang berkali-kali memanggil namanya. Namun Gina tak ingin berbalik dia tak ingin Aji melihatnya. Yang tengah menangisi kebodohannya.

Malam yang dingin berlalu, Gina menyusuri jalan. Angin musim dingin ini tak mampu menandingi dinginnya hatinya malam itu.

>.<

Tinggal 200 meter lagi menuju rumahnya, Gina menatap gang kecil di pinggir jalan yang diterangi lampu remang-remang. Enggan rasa pulang di malam minggu yang ramai ini. Apalagi dengan wajah kusut dan lembab sehabis menangis. Gina berbelok menyusuri gang itu. Menuju rumah kecil yang penuh dengan tanaman herbal. Dia tau si pemilik rumah pasti ada di dalam, tapi kakinya berhenti di gerbang kayu. Berpikir apakah ini adalah tindakan yang benar.

Ah... nggak Gin, kamu bener-bener bodoh melakukan hal ini... Batinnya. Namun saat dia ingin beranjak pergi ada suara dari dalam rumah yang memanggil namanya. “Gina kok nggak masuk?” ujar cowok yang tiba-tiba ada di balik pintu. Gina tertegun, tersenyum kepadanya lalu memasuki halaman rumah itu.

“Hai.” Hanya kata itu yang mampu terucap dari bibir Gina.

“Duduk.” Kata cowok itu sambil menunjuk ke kursi kosong di teras rumahnya. Cowok itu mengenakan kaos bali merah dengan celana di bawah lutut. Tampak ramah dibalik kacamata yang membingkai matanya. Memperhatikan Gina yang terlihat aneh. Yang diliatin cuman nunduk dan diam.

“Hey, kamu kenapa? Biasanya cerewet...” Akhirnya Rengga nama cowok itu memecahkan keheningan yang ada di antaranya. Gina menatapnya menetralkan nafasnya yang sedari tadi tak terkontrol.

“Aku nggak papa.” Ujar Gina hampir tak terdengar. Sulit rasanya untuk biasa saja di pertemuan mereka yang kedua itu. Rengga dan Gina bertemu saat mereka berlibur di Bali sebulan yang lalu, karna sandal mereka tertukar saat bermain flying fox di kute. Saat itu lah mereka bertukaran nomor telpon. Saling smsan, telpon-telponan, mencurahkan uneg-uneg mereka. Entah mengapa Gina bisa berani membuka semua masalahnya di depan cowok berkacamata itu. Rasanya dia orang yang tepat, dan bisa di percaya. Ya, itu keyakinan yang didapatnya entah darimana.

“Kamu kesini bukan buat diem kayak gitu kan?” Rengga menyibak rambut Gina yang menutupi wajahnya. Gadis itu kaget, lalu tersenyum. Garing.

“ Ya nggak lah... aku butuh hiburan ni, bete...” ujar Gina memelas pada Rengga yang saat itu tersipu melihat senyum gadis berlesung pipi itu.

“ Eh iya ke bukit yang kamu ceritain itu yuk??” Tiba-tiba Gina berkata dengan semangat.

“ Malam-malam begini? Kamu gak takut?” tanya Rengga.

“ Ah, ngapain takut, kan kita berdua...” Gina memelas lagi.

“ Tapi jauh lho Gin...” Rengga mulai pikir panjang.

“ Katanya dibelakang rumah kamu? Hmm boong ya..???” Telak Gina.

“ Ya maksudnya di belakang rumah itu beberapa meter masih... Tapi ayo deh, toh kamu jarang-jarang juga kesini.” Rengga beranjak dari duduknya disambut dengan senyuman lebar Gina. Dia lalu meninggalkan tas beserta Hpnya di meja kecil dekat situ. Lalu berlari mensejajari langkahnya dengan Rengga yang telah ada di luar pagar rumahnya.

“ Lambat banget sih..” Ujar Rengga. “Iya bentar raden... sabar...” Gina berjalan seraya mengikat rambut panjangnya. Mulai saat itu, tatapan Rengga tak dapat lepas dari Gina.

>.<

“Kenapa kamu berani kesini sama aku?” Tanya Rengga di antara gelapnya malam, ditemani suara jangkrik yang bersahutan. Dan keduanya yang tengah tiduran di padang rumput, menatap ribuan bintang yang sama-sama mereka kagumi.

“Kenapa aku harus takut?” Gina mengalihkan pandangannya yang menatap langit ke arah Rengga yang berbaring di sampingnya.

“ Kamu tuh polos apa bego sih? Sekarang liat deh kita... tiduran di bukit yang jauh dari keramaian, gelap, dan aku cowok kamu cewek. Kamu gak takut?” ujar Rengga dengan hati-hati. Gina terdiam, memikirkan jawaban yang tepat.

“ Jawabannya...... nggak tau.” Ujar Gina. Terdiam sejenak, “Nggak tau ya Ga, entah kenapa aku percaya aja sama kamu. Aku yakin aku aman. Hehehe”

“Aku bisa lho ngapa-ngapain kamu sekarang,” Rengga beranjak duduk dari posisinya. Reflek, Gina juga ikutan duduk lalu menatap cowok itu dengan ekspresi waspada.

“ Nggak, kamu nggak bakalan ngelakuin itu.” Gina tersenyum menatap cowok itu, seperti menantang. Rengga menatapnya, tidak sulit menangkap indah wajahnya di antara kegelapan itu. Tapi mereka tetap diam. Gina tak gentar memandang, menggoda cowok itu dengan tatapannya. Rengga pun jengah. Dia berdiri menatap lampu kota yang terbentang luas dihadapannya. Ini bukit yang yang sering dia ceritakan pada Gina, sekaligus tempat yang membuat Gina penasaran. Dan tempat itu memang sangat indah, pohon cemara tertanam luas di belakang mereka, rumput-rumput yang tumbuh liar membuat tanah itu empuk. Terlebih, dari sini, mereka bisa melihat ribuan bintang-bintang yang sangat mereka kagumi.

“Kamu nggak boleh seperti itu, harus waspada sama orang yang baru kamu kenal. Beruntung kamu sama aku kesininya. Kalau nggak, emh bisa-bisa nggak perawan kamu...” Kata Rengga dengan nada lembut, membuat Gina kaget dan malu. Apa jangan-jangan Rengga menganggapnya cewek murahan?

“ Aku juga nggak ngerti kenapa bisa percaya sama kamu, sejak awal. Bahkan sampai saat ini aku nggak tau alasannya apa. Yang aku tau, aku percaya sama kamu Ga, aku bisa cerita semuanya sama kamu. Tanpa takut kamu bongkar semua orang. Aku tau kamu bukan orang jahat.” Rengga menatap Gina saat dia berkata itu.

“ Kamu terlalu polos, terlalu mudah percaya sama orang lain.” Rengga menatap lekat mata Gina. Hingga membuat Gadis itu tak bisa bernafas. Perlahan Rengga mendekati gadis mungil di hadapannya. Kali ini dia sukses membuat Gina ketakutan. Dia membuka kaca mata yang sedari tadi bertengger di matanya. Menatap garang kearah Gina.

“ Ka.. kamu mau ngapain Ga?” Gina mulai panik lalu melangkah mundur. Rengga semakin mendekat dan tangannya menyentuh wajah Gina, dan mengarahkannya mendekati wajahnya. Gina berusaha menetralisir jantungnya yang berdegup kencang tubuhnya terasa kaku dan dia terperangkap dalam pesona Rengga yang sungguh tak terelakkan! Wajah mereka ssemakin dekat, dan Gina hanya bisa pasrah, dia menutup matanya rapat. Saat jarak mereka hanya 3 cm dekatnya. Rengga berbisik “ Muka kamu jelek banget pas lagi ketakutan” suara itu mengema di dalam pikiran Gina. Lama. Gina baru menyadari setelah 1 menit berlalu. Lalu dia membuka matanya lebar-lebar. Mendapati Rengga yang kini tengah menertawakannya.

“Hahahaha... Senggaknya aku bikin kamu takut kan???” Rengga menatap jail ke arah Gina, yang bener-bener ngerasa dikerjain.

“Renggaaaaa...” Gina berteriak sekuat tenaga dengan suara cemprengnya. Lalu mengejar cowok itu, berusaha menjitak kepalanya. Tapi ujung-ujungnya, malah dia yang dikejar-kejar Rengga. Lho?? Hehehe. Gina menyerah dalam kepungan tangan Rengga. Ralat, bukan karna tangannya. Tapi karna mata itu. Gina terkepung dan tak mampu melawan tatapan lembut di balik kacamatanya. Beberapa detik berlalu, dan mereka hanya bertatapan.

“Kamu sadar satu hal nggak Gin?” tanya Rengga. Gina hanya menggeleng dan tetap menatap cowok itu.

“ Kamu udah bikin bintang nggak lagi seindah biasanya. Karna sinarnya semua aku lihat dikamu...”

Gina mematung, hanya angin yang terdengar kala itu. Tak mengerti apa harus yg harus di ucap dari bibirnya.

“Eemmh.. sebenernya, aku pengen cerita satu hal...” Kata Gina memecah keheningan.

“ Cerita apa?” Tanya Rengga dengan suara yang mampu menenangkan hati ribuan cewek di dunia. Dia telah sering mendengarkan curhatan Gina.

“ Barusan aku habis adu mulut sama Aji...” Wajah Gina berubah menjadi muram. Sebelum menangapinya ucapan itu Rengga menarik nafas panjang, berusaha menekan rasa kecewa yang ada di hatinya.

“Kamu masih berhubungan sama dia?” Tanya Rengga tanpa menatap mata gadis itu.

“Aku minta tolong buatin proposal sama dia. Tapi, dia malah nganggep aku ngasih harapan . Padahal kan...” Tak sempat melanjutkan perkataannya Rengga menyela.

“ Kamu harus belajar buat nggak selalu menatap kearah dia. Dan waktu kamu lagi butuh bantuan kenapa pertama kali yang ada di otak kamu selalu nama dia?” Ujar Rengga menatap jauh kearah kelip kota di bawahnya.

“Karna aku rasa cuman dia yang selalu ada...” Jawab Gina lirih menyadari sesuatu hal yang ada jauh di hatinya.

“ Kamu harus belajar Gin...” kata-kata Rengga terhenti sejenak.

“Untuk menyadari, kalau ada seseorang lain yang siap membantu kamu. Kapanpun dan dimanapun kamu mau.” Ucap Rengga sembari menatap gadis di sampingnya itu. Seakan dia ingin memberi tau, bahwa dialah orangnya. Yang siap membantu Gina kapanpun dia mau. Gina hanya terdiam, disaat-saat seperti inilah penyakit tulalitnya kumat.

“Emh... Ga, sebelum kamu bikin aku mati gara-gara sport jantung. Mending kita pulang aja yuk sekarang...” Kata Gina dengan wajah dodolnya. Rengga tertawa, sambil mengiyakan ucapan Gina.

“Yuk Pulang...” Rengga menggandeng lembut tangan Gina. Di tengah kegelapan dirasakannya kedamaian saat tangan mungilnya tenggelam di tangan Rengga yg besar. Dan hanya keheningan yang tau. Apa teriakan hati mereka kala itu...

>.<

Saat ini...

Gina masih saja Bengong di kursi teras rumahnya. Menggenggam erat gantungan kunci ditangannya, yang sebelahnya lagi milik Aji kenangan saat mereka masih jadian. Hatinya dilema sejak kejadian semalam. Entah mengapa ada keindahan lain yang menyentuh hatinya. Tanpa pikir panjang dilemparnya gantungan kunci itu keparit di depan rumahnya. Kali ini dia sangat yakin dengan keputusan ini.

“ Kenapa kamu buang?” Suara yang berasal dari depan pagar rumahnya membuat dia kaget. Gina menghampiri sosok itu. Tersenyum manja kepadanya.

“ Karna aku sudah belajar. Untuk nggak menatap kenangan Aji lagi. Karna aku.... selalu menemukan kamu dimanapun, dan kapanpun aku berpikir. Selalu kamu kamu kamu dan kamu. Hahahah” gelak tawa Gina menyebar di sudut-sudut gang. Rengga tersenyum, mendapati gadis yang dia sukai. Kini menyadari hal yang sangat mengganggu pikirannya. Bahwa Dia menyayangi Gina. Entah sejak kapan hal itu dimulai, namun dia yakin. Dan sangat yakin, bahwa mereka memang tercipta untuk saling menemukan. Karna keyakinan itu telah ada saat sandal mereka ketukar waktu liburan! Hingga saat ini, keyakinan itu telah berubah menjadi sebuah kepastian.

By: d’starholic

Masa KeciL



Udara siang ini mengendap di wajahku
Wangi dedaunan yang terbakar matahari
Pengap, namun menyegarkan…
Kutatap bentangan luas persawahan..
Jalanan bebatuan yang taklagi mulus seperti dahulu…
Dan kurasakan gunung memelukku erat,
Dengan kabutnya mencium keningku.

Takkan pernah ada yang berubah,
Selama aku tetap disini.
Masa-masa kaos oblongku…
Masa-masa tanah becek…
Masa-masa gelang karet…
Semuanya akan tetap ada disini,
Terselip diantara awan-awan.
Bergelantungan di dahan-dahan pohon,
Dan terekam jelas dalam ingatanku…
Masa kecil itu tak pernah mati
Meski kini tubuh mungilnya telah tiada,
Namun hatiku bisa kembali
Kapanpun,
Disaat aku menginginkannya…

Mungkin monster sawah memang tidak pernah ada,
Tapi kisahnya akan selalu membuatku tersenyum…
Mungkin putri duyung di kali telah lenyap,
Namun gelak tawa itu takkan kulupa…

Berlarian di pematang sawah,
Tanpa takut terjatuh ke dalam lumpur...
Mungkin aku telah lupa bagaimana caranya…

Karna kini aku takut terjatuh.

Ada beberapa hal…
Yang tidak dapat kulakukan setelah aku dewasa...

Bersahabat Dengan Keadaan

Kenapa sih, keadaan susah buat dikendalikan. Ada sesuatu yang aku nggak inginkan terjadi, tapi itu kejadian. Dan saat-saat untuk melewatinya itu sangat tidak mengenakkan! Andai waktu bisa mengikuti perintahku, keinginanku! Pasti semuanya akan mudah…

Tapi meski keadaan itu sulit, toh aku bisa juga melewatinya. Meskipun harus dengan sepenuh hati dan kekuatanku. Merupakan sesuatu yang bodoh bila hanya bisa menyalahkan waktu. Ya, kan?

Dan itu yang baru aku sadari sekarang. Sesuatu yang terjadi itu, yang menyenangkan, menyebalkan, bahkan yang menyedihkan. Memiliki tugas masing-masing untuk membentuk karakter seseorang. Kita emang nggak bisa menguasai waktu, tapi kita bisa berkerja sama dengannya. Seperti memetik pelajaran akan apapun yang waktu berikan pada kita. Dengan memegang prinsip itu, kita pasti akan menghentikan permusuhan kita dengan suatu keadaan.

Seperti aku contohnya, yang benci banget saat-saat aku menjadi orang paling ceroboh didunia. Pengen banget marah, padahal udah jelas-jelas kemarahan itu ditujukan pada diri sendiri (haha aneh…) Marah dan menyesal itu malah nggak bisa bikin aku menjadi lebih baik. Malah berpuluh-puluh kali lebih kacau dari sebelumnya. Aku menyesali semuanya, mengutuki diri sendiri. Dan berhari-hari nggak bisa memaaf diri sendiri. Ternyata ada benarnya kata orang, kalau kita nggak bisa mengendalikan orang lain selama menegndalikan diri sendiripun kita nggak mampu.

Lalu inilah yang aku lakukan berikutnya, aku mulai membuat kesepakatan dengan diriku sendiri dengan mengatakan : “Masa bodo deh apa yang bakalan terjadi! Kesalahan itu nggak boleh membuatku seperti ini! Emangnya dia siapa (mksdnya: kesalahan itu) sampe buat aku menderita selama berhari-hari? Berhenti mengacaukan hari-hariku lagi, karna aku telah mengambil pelajaran darimu, sekarang silahkan pergi jauh-jauuh…!” Lalu apa yang terjadi kemudian? Aku menjadi lebih baik. Lega rasanya susudah memaafkan diri sendiri. Dan setidaknya aku tidak lagi menjadi budak masa lalu.

Kita memang tidak pernah, dan tidak akan pernah bisa mengendalikan waktu. Tapi kita bisa membiarkannya berlalu, dengan cara memetik pelajaran dari apapun yang terjadi.

God bless u all…

Selasa, Mei 18, 2010

IM FINE

I'm fine,
This's what I wanna say begin.
I'm fine.

When your name there in my inbox
I'm fine,
But I feel there is happily...
Yeah,
I just wanna say
You make me interested.

I'm fine...
When you closer than before
But in my heart
There is a big wish...

I'm ok!

But, why when you seems to fade away now,
I feel scared?

I'm ok...
You know....

Although bad
See you talk about other person.

I'm Fine,
But, why I feel hurt?

I'm fine....

If I still learning
to dont say it again..

I'm fine,
Don't you understand?
And help me to dont say it again??

Jumat, Mei 14, 2010

Tentang Cinta.


Ngomongin masalah cinta... Jadi bingung mau mulai darimana takut salah ngomong, hehehe. Yang jelas cinta itu... kalau menurut aku adalah sesuatu yang sangat sakral. Dalam artian, cinta yang bener-bener cinta (ciielaa) itu selalu berkorban. Misal, mengorbankan perasaan (sabar, perhatian) mengorbankan waktu (selalu ada buat dia), mengorbankan semuanya yang bisa kamu berikan buat dia (selama kamu mampu). Dan cinta itu tanpa pamrih, kamu nggak meminta balasan apapun, cukup hanya dengan mencintai dia.
Cinta yang seperti itu sungguh-sungguh aku dapet, dari Tuhan. Cinta yang tanpa syarat, dan selalu memberi. Thanks God...
Kadang aku berpikir pengen banget ngerasain indahnya cinta yang sering diceritain di novel2 atau film2 ntuh. Yang ceritanya selalu happy ending (walaupun ada sebagian yang nyedihin). Kapan sih aku dapet cerita semenarik itu? Selucu itu dan seromantis itu??? Apakah dikehidupanku juga bakalan ngalamin hal seperti itu???
Jawabannya.
Nggak tau.
Kalaupun udah ada selama ini cowok yang mencuri perhatianku, tapi apakah itu cinta???? I dont know...
Aku cinta keluargaku, sahabatku, aku ingin mencintai Tuhan melebihi apapun. Tapi aku juga punya kerinduan untuk mencintai seseorang yang memang telah tercipta untukku. Entah siapa. Dimana. Dan kapan hal itu akan terjadi. Aku menunggu, tanpa tau siapa yang aku tunggu. Aku nunggu, tanpa tau kapan penantian ini akan berakhir.
Cinta... Cinta...
Ceritamu tetep bakalan bikin aku penasaran...

Kasih yang membuat kita berharga.

Allah tidak mengasihi kita karena kita berharga. Kita berharga karena Allah mengasihi kita.

-Fulton J. Sheen


Kalimat diatas bener2 menyentuh hatiku. Dan kalo dipikir emang bener.

Siapa sih kita tanpa Allah???

Bukan siapa-siapa. Kita hanyalah debu yang tidak berharga. Tapi karena kasih Allah semuanya berubah... Dia menciptakan kita sebagaimana kita ada saat ini, membentuk kita semenjak dari kandungan. Dan kita ada bukanlah karena sesuatu yang kebetulan, kita ada karena Allah menginginkan kita.

Seperti kata Rick Warren di bukunya yang berjudul The Purpose Driven Life, dia menulis:

“Allah tidak melakukan apapun secara kebetulan, dan dia tidak pernah membuat kesalahan. Dia memiliki alasan untuk segala sesuatu yang dia ciptakan.”

Ada suatu tujuan yang Tuhan pengen kita kerjakan di dunia selama kita hidup. Apa itu??? Beli aja bukunya, trus baca deh... bukunya bagus banget, bener-bener bikin aku berubah dalam memandang kehidupan.


Di dalam Kristuslah kita menemukan siapa kita dan untuk apa kita hidup. Jauh sebelum kita mendengar tentang Kristus untuk pertama kali, Dia telah melihat kita, merancang kita bagi kehidupan yang penuh kemuliaan, bagian dari keseluruhan tujuan yang Dia kerjakan di dalam segala sesuatu dan semua orang.

Efesus 1:11


Hanya Dia yang tau untuk apa kita hidup, jadi mari kita mau lebih mendekatkan diri kepada Allah. Dengan menjadikan Tuhan Yesus sebagai Juruselamat kita, hidup akan menjadi lebih baik. Dan kita akan memiliki arti. Di kitab Yohanes 14:6 Tuhan Yesus berkata “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa (Allah) kalau tidak melalui Aku.”

GBU all ^_^

Sang Mantan

Biarkan denting waktu
Menyatu bersama Tuhanku,
Disetiap kedipan mata.
Aku bahagia...
Membiarkannya menderita
Adalah luka dari masa lalu.
Membiarkannya bahagia
Adalah sejatiku...
Tapi itu semua butuh waktu.
Kusadari tak hanya waktu yangkan begitu...
Biarkan mentari silih berganti
Ku bahagia kau mampu tertawa.
Jangan takut pada malam jikalau
Esok mentari tak menyapa pagi.
Temukanlah cinta sejati
Buat aku tak lagi bermimpi
Dan biarkan aku mengejar matahari....

-first boy friend



Aku terdiam dalam kesunyian malam
Aku rapuh tanpa seorangpun yang tau,
Inginku teriak memanggil
Namun ku tak sanggup
Aku tak mampu lagi tuk menghentikan ini semua...
Menghentikan rasa yang berhari-hari
Tumbuh menjadi benih cinta...
Yang menunggu sekian lama.
Menunggu sebuah jawaban yang pasti
Jika dia tak akan menerimaku lagi...
Tapi aku kan berusaha meyakinkan dia,
Bila aku benar-benar mencintainya...

-Ulat bulu




I’m not perfect person,
Theres many things I wish I did’nt do,
But I’m continue learning.
I’m sorry that I hurt u,
I’m never means to do those things to u...
And so I have to say before I go thats I just want u know...
I’ve found out a reason for me,
To change who I used to be a reason
To start over new...
And the reason is U...

-first boy Friend


Diatas merupakan kumpulan2 puisi yang aku simpan, dari seseorang. Pas dapet langsung aku salin ke buku diaryku, ada beberapa yang bagus jadi mau aku taruh disini deh. Hehehehe. Keduanya adalah seseorang yang pernah menjadi someone special di hatiku (ciiieee). Tapi mereka sekarang adalah masa lalu, bukan berarti dilupakan. Hanya untuk dikenang, sekarang kita telah memilih jalan yang berbeda-beda. Semoga kalian menemukan seseorang yang kalian cari (^_^)

Senin, Mei 10, 2010

seseorang, hanya seseorang

Tuhan..

Kirimkan aku seseorang,

Tuk isi dan hiasi hariku...

Ragaku begitu lelah tuk berjalan sendiri,

Jiwaku sepi tanpa ada yang mengerti,

Hatiku tlah lelah tuk berandai...

Tiada yang mengerti aku selainMu Tuhan,

Tiada yang peduli selainMu,

Tentang luka itu,

Perih itu,

Siapa yang peduli?

Tuhan,

Kirimkan aku seseorang,

Tuk hapus semua luka ini...

Tuk hangatkankan jiwa yang lelah ini...

Kamis, Mei 06, 2010

KAU

Mentari masih temaniku,

Cahayanya hangatkan seluruh tubuhku.

Indah anugrahMu sungguh tak terelakkan bagiku...

Mungkin langkahku terlalu kecil tuk dapat cepat menuju

Barisan terdepan.

Tapi tunggu aku Bapa...

Takkan ku biarkan tangan-tangan jahil menodaiku.

Takkan ku biarkan rayuannya menyusup hatiku.

Biarlah hidup ini untukMu.

Dan selama milikMu.

Hingga kelak kan Kau temui jiwa gadis yang lemah ini.

Menyeruak dijajaran pasukan tentaraMu.

Membawa serangkaian bunga merah merekah.

Yangkan Kau reguk wanginya.

Kan ku sucikan hatiku,

Kan ku singkap debu di mataku.

Dan biarlah hanya Kau yang kupandang.

Selamanya menujuMu, menuju keabadian...

hanya KAU

Hanya kau Allah yang mengerti aku,

Kau singkap kabut gelap dari pandanganku.

Kau angkat aku dikala ku terjatuh.

Takkan pernah benar-benar sendiri.

Meski terkadang Kau terasa begitu jauh.


Izinkanku tuk menerima luka,

Karna kau tau aku bisa melewatinya..

Karna aku tau Kau peduli..


Jangan pernah biarkan ku menjauh dariMu Bapa...

Bersamamu kan ku arungi hidupku..

Walau badai dan ombak menyapu bersih hatiku.

Ku tau kau tetap bersamaku...


Dikala ku berjalan kedalam pelukanMu...

Ku dapati Kau berlari kearahku...

Sungguh nyata kasih setiamu Tuhan...

ICA (pek deeh...)

Ini kisah yang bercerita tentang seorang gadis bernama Ica. Selama ini, dia merasa bahwa kehidupan remajanya begitu monoton. Dengan teman yang sama, kelas yang sama, pelajaran, orang tua… apalagi tentang masalah yang satu ini PACAR. Yah, salah satu hal yang dianggapnya masalah. Selama ini, dia tidak pernah pacaran. Dan setiap hari dia menjalani hidupnya yang begitu hampa. Benar-benar masa remaja yang gak menyenangkan!

“ Kamu bisa menciptakan masa remaja yang indah kalau kamu mau,coba deh buka mata kamu. Dan lihat semua hal yang ada di sekelilingmu. Ada banyak hal yang bisa kamu lakukan bila kamu menginginkannya…”

Teringat lagi nasihat mbak Niken kemarin, sebelum dia pergi ke Surabaya buat ngelanjuti kuliahnya. Ica merenung di dalam kamarnya. Bergelayutan di ranjang hampir mirip monyet alaska, memainkan ujung gulingnya. Setelah merenung seharian, dia baru tau apa yang bisa dia lakukan. Dia beranjak mengambil bindernya, lalu menuliskan sebuah program hidupnya disana:

Proyek masa remajaku:

1. Akrab sama semua orang di sekolah ( termasuk pak satpan, tukang kebon, cleaning servis, kecuali orang gila depan sekolah!)Yuupz… karna aq yakin, semakin luas orang yang qt kenal semakin banyak pelajaran hidup yang qt dapat!

Pentagon: CERPEN2. Usahakan nggak punya musuh di sekolah. ( eeeemmh… kayaknya gak ada yg musuin aq deh. Aman!)

3. Nyapa Neni, (si cewek pendiam yang selalu di jauhin orang satu sekolah. Saking culunnya dia, dan bau badannya yg apek banget. Bikin orang risih ada di deketnya. Yaaackz…)

4. Menjadi juara kelas (Saingannya berat boo’…. >.<)

5. And then… Ngobrol bareng IBAZ. ( cowok yang selama ini aq taksiiiirr…)

Weeitz… tunggu2… aq bisa nggak ya??? Secara, tau kalau dia ada di deket q aja jantung rasanya mau copot. Gimana mau ngobrol coba? Nggak… aq harus berani dong, kapan lagi coba. Waktu aq sama dia di SMK udah sebentar, bentar lagi qt udah lulus. Senggaknya aq nggak mau dibayang-bayangngi rasa menyesal kalau nggak sempet bilang…. Kalo aq…. Menaruh perhatian yang lebih ke dia.

Oke.

Go Ica, go Ica, GO…!!!!

Setelah menghibur diri sendiri, kalau dia dapat melakukan semuanya pada masa SMK ini, Ica terlelap dalam mimpinya yang indah tentang harapan…

>o<

“ Met pagi pak…” sapa ica pada pak satpam yang kebingungan mencari arah suara cempreng itu.

“ Eh enneng… pagi juga neng…” sahut pak satpam yang lagi asik nyomotin pisang goreng di meja kerjanya. Ica tersenyum manis, “eh si enneng mau?” Tanya pak satpam itu sambil member piring yang isinya gorengan semua. TAnpa malu-malu Ica menyomot tahu isi, “ Eh iya pak mau… makasih ya pak…”

Hari masih terlalu pagi, untuk ke sekolah. Namun itu di lakukan ica karna dia mau melaksanakan proyeknya kali ini. Setelah asik berbincang-bincang sama pak Sudin, nama pak satpam sekolah itu. Dia jadi tau, bahwa anak tunggal pak Sudin, bekerja sebagai satpam untuk menghidupi 1 istri dan kesepuluh anaknya. Meski begitu, uang kerjanya belum cukup, di malam hari dia memunguti barang-barang bekas di tempat sampah untuk dijual lagi sebagai tambahan. Dari sini, Ica belajar 2 hal: Tentang kerja keras yang harus di raih demi orang2 yang qt sayang. Dan yang kedua, untuk mengikuti program KB kalo udah kawin nanti, biar anaknya nggak kebanyakan… kaya’ Pak Sudin yang sampek kebingungan ngurusin uang sekolah kesepuluh anaknya…

Dan selanjutnya, tukang kebun sekolah yang memiliki kisah tragis. Dulu dia pernah mengalami kebakaran. Sehingga menimbulkan luka berbekas pada punggungnya, dan pak kebun mengijinkan Ica untuk melihatnya. Ica hanya bisa meringis, ia tau pasti itu rasanya sakit banget, dan sembuhnya lama. Tapi pak kebun berusaha untuk memperjuangkan hidupnya. Demi keluarganya, karna dialah satu-satunya laki-laki di keluarganya, setelah meninggalnya bapaknya di kebakaran itu.

Dan, dia juga berani menyapa Neni, walau dia harus betah-betahan ngobrol disamping cewek yang bau badannya bak comberan itu. Di hari pertama perkenalan mereka, Ica menghadiahkan Neni satu deodorant yang akurat, dan parfum yang mereknya sama dengan yang dia pakai. Neni senang sekali dengan keramahan Ica, dia orang pertama yang menyapanya selama 1 tahun sekolah di sini, karna yang lain cenderung menjauhinya. Karna seragam butut dan roknya yang di pake diatas puser. Ica berniat memperbarui penampilan teman barunya itu. Dan Neni mengijinkannya, setelah merombak wajah dan menjait ulang roknya di kamar mandi sekolah, Neni tak lagi si gadis culun, Ica menyarankan agar roknya sedikit di kebawahin, dan kancing paling atas di krahnya itu nggak usah di pasang. Ica juga menyarankan agar Neni mencari model kacamata yang baru. Yang lebih keren gitu lho, karna Ica yakin banget kaca mata Neni sama persis kayak kaca mata yang sering di pakai almarhumah neneknya.

Senang rasanya, dapat membagi kebahagiaan dengan orang lain, Ica memperkenalkan Neni dengan teman-temannya di kelas, dan teman-temannya sedikit kaget dengan perubahan Ica saat ini.

“ Kamu kenapa Ca? kok kayaknya ada yang beda hari ini?” Tanya Dito, salah satu temannya. Ica berhenti tertawa lalu menyimak pertanyaan Dito. “ Emangnya apa yang beda? Yah, sekarang aku tau aja gimana cara efektif buat bahagia…” Katanya simple sambil tersenyum.

“ Ciiiee…. Sejak kapan kamu suka meneliti hal-hal yang begituan Ca??” celetuk Selvi dari belakang mejanya.

“ Sejak kapan yaaach… Sejak aku yakin kalau kalian nggak akan pernah memikirkan hal ini.” Ujar Ica. Matanya menerawang pada setiap mahluk yang memenuhi kantin sekolahnya itu.

“Hidup ini adalah tentang memilih untuk menggunakan hidupmu untuk menyentuh hidup orang lain dengan cara yang tak bisa digantikan dengan cara apapun.” Kata Ica setelah sejenak terdiam. Dito, Selvi, Rena dan Yozi teman-temannya itu terdiam menatap Ica dengan tampang aneh, mereka menyerap kata-kata yang habis di ucapkannya.

“ Iya juga sih Ca, menurutku apa yang kamu bilang tuh bener…” celetuk Rena kemudian. Ica menatap satu persatu temannya.

“ Hehehehe…. Tau nggak tadi tuh kata-katanya aku salin dari buku lho…” Ica nyengir kuda.

“ yeeee… kita kira kamu bikin sendiri…. Nggak taunya nyontek di buku to, capek dhe…” Yozi menepuk pelan bahu Ica dari belakang. Ica tertawa renyah, dan lainnyapun ikut tersenyum.

>o<

Malam tak lagi beriku pilihan, Hanya sepi yang dia persembahkan, Untuk asa yang diam dalam angan. Menatap bayang yang tak mau hilang. Tetap didepanku, di ujung tatapku.

Tak mau pergi.

Tak Pernah Mau Pergi!

Malam yang dingin, Ica iseng mencorat coret bindernya di kamar. Sekarang dia lagi mikirin, gimana caranya buat ngobrol sama Ibaz. Cowok pendiam itu, yang udah berani-beraninya memikat hati Ica dengan senyum manisnya. Oke, dia emang selalu tersenyum dimana saja, dan kesiapa saja. Susah banget rasanya buat nyari topic yang pas, untuk mengawali percakapan dengan dia.

“ Huuh… gimana yaaaa. Gimana? Gimana? Gimana? Hoooa… puuusiiing……” Ica mulai bicara sendiri di kamarnya.

“ Woy gila. Pake ngomong sendirian, udah strez ya non?” Bang Indra muncul dari balik kamar sambil mesem-mesem. “ Iih… apaan sih?? Udah sana pergi, ganggu konsentrasi orang ajah.” Ica jadi sewot karna Masnya itu nguping. “Cie laah mikirin cowok ajah pake konsentrasi! Tak bilangin ke bokap baru tau rasa ya!” ancam bang Indra masih di balik pintu kamarnya, hanya kepala botaknya yang nongol.

“Bodo, bilangin aja sana!” Ica beranjak, lalu mengunci kamarnya dari dalam, dengan bibir melet sebelum abangnya itu pergi.

>o<

Ica tengah duduk di bawah pohon mangga di sudut sekolah, dengan buku tugas kimia yang tengah ia kerjakan. Sambil iseng-iseng dia menulis puisi di balik buku itu. Ibaz ada di sana, dia tengah mengobrol bersama kedua temannya, Ica senang memperhatikan gerak geriknya. Sambil sesekali menatapnya, Ica menggoreskan bolpen ke halaman belakang buku kimianya…

Apa yang harusku lakukan saat bayangmu tak mau pergi? Menyiksa setiap hela nafasku. Aq tak lagi peduli dengan waktu, yang membawaku berlalu, yang ada hanya hari-hariku tanpamu… Dan kenyataan tak memberi kepastian apakah q dapat memilikimu… Cinta dan harapan bersatu pada setiap langkah q. Selama perjalanan ini, aq dan bayangmu tak pernah mau jauh…

Ica menghembuskan nafas panjang lalu mengukir graffiti nama Ibaz di samping puisi itu. Tidak jelas emang, tapi kalau jeli, pasti dapat membacanya.

Bel masukpun berbunyi, Ica segera bergegas meninggalkan tempat itu. “Hey, Rena bareng donk…” teriaknya sambil menghampiri salah satu teman baiknya itu. Rena tersenyum, lalu mereka beriringan menuju kelas.

Saat Bu Tari meminta tugas kimianya di kumpulkan, Ica tampak bingung mengaduk-aduk isi tasnya. “ Kenapa Ca?” Tanya Selvi, teman sebangkunya. “ Duh, gawat. Buku tugas kimiaku kok nggak ada ya?? Padahal baru tadi pagi aku ngerjakan…” kata Ica dengan nafas ngosngosan. “ Lho, terakhir kamu megangnya kapan?” Tanya Selvi lagi, ikutan bingung. Setelah sejenak berpikir, Ica baru ingat.

“ Yak ampuuun, lupa! Palingan ada di pohon mangga itu ya? Aduh gawat gawat gawaaat… kalo sampek ilang gimanaaa…” Ica langsung beranjak dari kursinya, dan meminta ijin pada bu Tari untuk keluar sebentar. Setengah berlari Ica menuju ke tempat tadi pagi ia mengerjakan tugas. Sampai disana tak ditemukannya buku itu, bener-bener nggak ada.

“ Aduuuuh… gimana nih, mampus gue… Uhk..” Ica menghempaskan tubuh mungilnya di bangku kosong itu. Sebel dia, ama dirinya sendiri, karna nilai itu penting buat rapotnya ntar. “ Ica… Ica… kamu kok teledor banget sie…” katanya pada diri sendiri, tetap disana. Membuang rasa kesalnya pada diri sendiri.

“ Kamu cari ini?” terdengar suara seseorang dari belakang. Ica terhenyak, membalikkan tubuhnya cepat. Dan segera mematung saat itu juga, dengan mulut yang menganga. Orang itu tetap disana sambil tersenyum, dan tangannya mengulurkan buku yang di cari-cari sama Ica. Lama banget rasanya Ica tetap diam, dan menetralisir jantungnya yang mau nyembul keluar. Ibaz di depannya, sambil merangkul tas dengan tangan kirinya, dan tangan kanan yang memegang buku kimia Ica. Untuk beberapa menit rasanya Ica mengidap penyakit gagu. “ Ehm…” Ibaz berdeham pelan, sambil menatap aneh pada tingkah Ica.

“ Ica, ini buku kimia yang kamu cari-carikan?” keluarlah kalimat itu dari bibir Ibaz, Ica menatapnya, berharap adegan barusan dimainkan dengan slow motion. “ Emh,, aku tau nama kamu dari buku ini.” Katanya lagi.KYAAAA…!!! Dia nyebutin namaku, OMG… Oh My God… Ica bener-bener nggak percaya, ini bener-bener terjadi. Ica berusaha sadar dari dunianya sendiri.

“ Ooh, i.. iya… ini bener buku saya… ” Ica mengucapkannya dengan terbata-bata kaya habis lari marathon 100km. Ica mengambil buku itu dari tangan Ibaz.

“ Makasih…” Ica langsung memberikan senyum termanis yang dia punya. Ini masih belum berakhir, Ibaz duduk di sampingnya. Dia mengatakan, bahwa gurunya telat masuk Lab kali ini, jadi banyak anak yang masih di luar.

“ Materi kamu masih sampai redoks ya? Kalau di kelasku udah larutan elektrolit.” Ibaz terlihat santai saat berbicara, seakan mereka sudah saling mengenal. Ica hanya terdiam, ia memastikan agar tidak ada satu detikpun momen ini yang terlambat dia rekam di otaknya. Ibaz menatap pada pintu Lab yang masih terbuka. Ica menatapnya, memperhatikan garis wajah Ibaz, orang yang selama ini dia dambakan, tengah duduk di sampingnya. Dan bebicara dengannya. Ibaz kembali mentap Ica, yang tengah asik memandanginya. Beberapa detik mereka saling berpandangan, Ica berteriak , dalam hati.

“ Emh, Ica. Puisi kamu bagus juga ya. Aku pingin tau lebih banyak selain yang ada di buku kimia kamu itu.” Ibaz mengatakannya dengan senyum, sambil menatap buku yang ada di pangkuan Ica. Ica terhenyak, jadi dia baca puisi aku??? Upz jangan bilang kalo dia juga baca….. Pikiran Ica bener-bener kacau.

Tiba-tiba Ibaz berdiri, sambil tersenyum lebar menatap mata Ica yang kebingungan. Sebelum berbalik menuju Laboratorium Ibaz mengatakan sesuatu padanya…

“ Kamu juga jago buat graffiti, kembangkan yah…” Ibaz tersenyum jenaka, menunjukkan gigi-giginya yang putih. Dan tubuh jangkung nan rupawan itu pergi meninggalkan Ica yang menderita kejang-kejang ringan. IBAZ TAU, KALO AKU MENULIS NAMANYA DI SAMPING PUISI ITU?! Mulut Ica Menganga lebar banget, sampek tikuspun kayaknya bisa masuk kesana. Dia rasa, seluruh darah yang ada di tubuhnya mengalir keatas kepala dan memenuhi wajahnya yang merah padam, entah malu, kaget, senang, menyatu dalam benaknya. Ica mematung, kemudia tersenyum… semakin lebar… semakin lebar…. Dan dia berlari kencang menuju kelas dengan hati yang sangat bahagia. Apa yang dia bilang tadi? mau tau puisi-puisiku yang laen?? Itu tandanya dia ngajak ngobrol bareng lagi dong??? yEEz… Ingin rasanya teriak menumpahkan semuanya, bahwa keinginannya bisa berlangsung semudah ini. Namun, ada satu masalah yang tengah menunggunya. Senyumnya tertahan, saat menatap wajah geram Bu Tari.

“ ICAAA… kamu habis ngambil buku di Hongkong apa sampai selama ini???” teriak bu guru hingga menggemparkan ruangan, matanya menatap marah pada Ica yang tengah memberi wajah innocentnya.

“ He he he… maap bu, barusan ada keberuntungan yang nyegat saya… He…” Ica tersenyum menjelaskan.

“ Kerjakan tugas halaman 5-20 kumpulkan sekarang juga!!"

Upz… mati gue…

By: N_ XI MM

(cerita ini hanya fiktif belaka ^_^)

Kita tidak pernah kalah karena mencintai seseorang.

Kita selalu kalah karena tidak berterus terang

-Barbara DeAngelis-

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

VISIT HERE

MY BANNER