Total Tayangan Halaman

Friends

Visitor

free counters

Daftar Blog Saya

Jumat, Juni 01, 2012

Pernikahan dini...


Haiii…
Kemarin, saya sedikit kaget karena dengan tidak sengaja papas an sama teman lama (Denis), aku sudah pernah menceritakan sebelumnya kan?? Ninis, temanku sejak esde. Sudah berbulan-bulan lamanya kami tidak pernah bertemu, karena berbagai kesibukan yang ada. Dan, kabar terakhir bilang, kalau dia sudah menikah. Yaa! Menikah dengan teman sekelasku sewaktu SMK, daan akulah mak comblangnya. Bangga donk, menjadi mak comblang yang mempertemukan mereka berdua sampai berlanjut ke pernikahan. Hahahaa ^0^
Setelah memaksanya untuk singgah kerumah, kami lalu berbicara panjang lebar. Aku memegang tangannya erat-erat, sambil ngoceh kesana-kemari menanyakan banyak hal. Dia benar-benar banyak berubah, kamu tau, aneh rasanya, melihat seseorang yang pernah bertumbuh bersamamu, menikmati tawa bersama, belajar bersama, kini dia telah berada di fase yang berbeda denganku. Dia memakai jilbab, dengan dandanan yang sudah sedikit menor. Dia tampak jauh lebih tua 5 tahun di atasku.

Pertanyaan pertama yang aku tanyakan “gimana rasanya nikah?” dia bilang, enak soalnya banyak hal yang akhirnya bisa kami nikmati bersama, pokoknya lebih klop. Penekanan di kata ‘menikmati bersama’ wajahku langsung memerah “Niniiiiss berarti kamu sudah ‘itu’ yaa?” Kalian tau pertanyaanku ini merujuk pada apa _ _” Oke lebih baik jangan di bahas.
Ternyata menikah itu sedikit ribet dari apa yang di bayangkan. Mulai dari masalah sama mertua, bagaimana mengatur keuangan keluarga, menunggu suami pulang kerumah (bisa menjadi sebuah pertengkaran), menentukan siap tidaknya untuk memiliki anak, dan berbagai macam keputusan yang harus di ambil bersama. Aku menganga lebar sambil ketawa-ketawa mendengarkan ceritanya. Juga meredam emosinya ketika dia bercerita tentang ibu mertuanya yang menyebalkan (katanya sih) dan juga bisnis dagangnya yang selalu gagal. Ternyata tidak semudah itu ya. Dia juga mengaku bahwa menjadi lebih sensitive sejak menikah. Semua itu membuat saya sedikit takut untuk mengintip lebih dalam dunia ‘pernikahan’. 
“Kamu kapan menikah?”
“Haaah… Lamaa…” (teriak histeris, tau kan, siapa)
“Kayaknyaa… enam tahun lagi… Yak ampun, ga pernah kepikiran mau nikah cepet nis, calonnya aa belom ada.” (glodak)

Well, memang ada banyak yang harus di persiapkan sebelum kita benar-benar siap untuk menikah. (aneh kenapa saya membahas ini ya).  Selain kesiapan mental juga banyak hal yang perlu di pikirkan, menikah muda banyak terjadi di masyarakat desa seperti di tempat tinggalku. Anak gadis berumur 12 tahun saja sudah bertunangan, dan mereka menikah di usia 15 tahun. Miris aku mendengarnya. Aku saja, yang suda setua ini (nggak tua-tua amat) masih belum sama sekali memiliki keinginan untuk itu. Yah, keinginan pasti ada, tapi bukan sekarang, suatu saat nanti ketika aku sudah siap.


Yang menjadi pertanyaan besar di otakku adalah, banyak dari para suami yang tidak mengizinkan istrinya untuk bekerja. Sebenarnya ada protes keras di kepalaku, tapi setelah mendengar alasan suaminya (suami denis) aku jadi sedikit mengerti. Dia hanya ingin bekerja dengan tenang, tanpa memikirnya istrinya mengalami kesulitan di pekerjaannya. Dia hanya ingin istrinya tidak ikut ‘sibuk’ atau kecapean menafkahi keluarga. Sungguh alasan yang sangat…. Manis.  Tapi, salahkah jika seorang wanita ingin bekerja? Melakukan sesuatu pekerjaan yang dia inginkan?
Girls, kalau menurutku, pada dasarnya wanita diciptakan memang untuk menjadi seorang ‘ibu’. Tidak peduli apa pekerjaan yang dia tekuni, sebagai wanita kita harus menjadi ‘ibu’ yang baik. Tidak masalah kita bekerja, asalkan kita tidak melalaikan tugas mulia kita yaitu menjai seorang istri dan ibu yang baik. Intinya, harus pintar-pintar bagi waktu. Ga maukan, anak kita jauh lebih dekat dengan baby siternya dari pada kita, atau kita tidak bisa meluangkan waktu untuk sekedar bersenda gurau dengan anak kita. Jadi, aku tidak begitu setuju jika para suami tidak memperbolehkan istrinya bekerja di bidang yang di inginkan, tapi untuk para istri, jangan lupa bahwa suami adalah kepala di suatu hubungan rumah tangga, jadi semua perintahnya yang di anggap baik harus ditiruti. Menjadi wanita karier yang sukses dan juga mengutamakan keluarga, itu akan sangat mengagumkan bukan? Alangkah bahagianya jika bisa seperti itu. Jadilah bijaksana dan kuat. Yuhuu. God bless~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

VISIT HERE

MY BANNER