Total Tayangan Halaman

Friends

Visitor

free counters

Daftar Blog Saya

Rabu, Januari 14, 2015

Kencan (?)

Tania menatap langit malam yang kelabu. Hujan tak hentinya mengguyur kota kecil itu dari siang tadi. Berkali-kali gadis berambut ikal itu melihat layar handphonenya dengan resah.  Teman yang ditunggunya tak kunjung keluar, padahal dia sudah ada janji malam ini. Sembari duduk diatas motornya, dia memain-mainkan air yang ada di kaca spion motor, menyusun kata-kata yang akan disampaikannya. Tania terkesiap melihat teman yang ditunggunya keluar dari gedung itu.
“Sudah selesai?”  Tanya Tania dengan cepat. Pria itu tidak menghiraukannya, dia berbicara pada gadis kecil disampingnya “Tolong foto kopikan 50 lembar ya, ini uangnya.” Ujar pria itu. Setelah mengucapkan terimakasih dia menatap Tania “Emm, sorry ya kamu musti nunggu sebentar lagi, nunggu dia selesai foto kopi soal ujian.” Dia tau raut wajah Tania berubah kecewa, lalu dia bertanya lagi.
“Memangnya kamu janjian sama Feri jam berapa?”
“Jam 7…” Desah Tania.
“Oh… sekarang masih jam 6 lewat 15 menit, kan?”
“Iya.”

Suasana hening lagi, Tania hanya bisa melihat layar hapenya, bingung ingin melakukan apa. Tampaklah disana dua orang yang sibuk dengan handphone masing-masing. Gadis kecil itu datang lagi, tapi dia tidak membawa kertas apapun. “Pak, uangnya kurang…” katanya. “Oh iya, maaf. Kenapa saya Cuma kasih kamu uang 2 ribu padahal yang di foto kopi banyak yah…” Pria itu teertawa garing, sambil membuka dompetnya dan menyerahkan uang 10 ribuan. Dia mendesah panjang, Tania hanya menatapnya aneh.
“Malam ini entah kenapa konsentrasiku berkurang… ckck” tidak ada seorang pun disana, tentu saja dia berkata pada Tania.
“Kenapa?” Tanya Tania pendek.
“Ga tau.” Jawaban yang tidak kalah pendek.
Setelah gadis itu datang mereka pun pulang.
@@@
Tania duduk diruang tamu dengan gelisah, pria yang ditunggunya tidak juga datang. Padahal sudah jam 7! Apa lagi ini kali pertama mereka mau jalan berdua. Mamanya tampak asik menelepon, sudah jelas itu Papa. Tiba-tiba Tania dikagetkan ketika Mama menyerahkan handphone, “Nih, Papa mau ngomong.” Tania mendekatkan hanphone ke telinga,
“Hm, kenapa Pa?”
“Kamu mau keluar sama siapa?”
“Sama Feri.”
“Siapa lagi itu Feri?”
Temen, Pa.
“Emang mau kemana?”
“Masih belum tau.”
“Lho, kok belum tau? Daripada ga jelas mau kemana mending ga usah.” Nada suara Papanya semakin tinggi.
“Ya enggak tau, antara mau makan atau ngopi doang. Udah ya Pa, Tania udah dijemput.. Daah” Tania langsung menyerahkan handphone kembali ke Mamanya dan berpamitan, dia tidak ingin terlibat pembicaraan lebih jauh tentang ‘introgasi sebelum kencan’ dengan Papanya. Dia menyapa Feri lalu naik ke motornya dan mereka berdua segera melesat pergi.
@@@

Jadi disanalah mereka, duduk berdua dipinggir jalan menikmati minuman yang menghangatkan tenggorokan dan perut mereka. Sudah banyak hal yang diperbincangkan, tapi resah itu juga tidak hilang dari diri Tania. Entah bagaimana, semua topic pembicaraan itu terasa sangat menyiksanya. Tapi dia harus mengatakannyaa malam ini, dia harus memperjelas semuanya sekarang.
“Kamu cepet banget minumnya Tan? Padahal punyaku masih banyak tuh…” Feri menunjukkan isi gelasnnya. Tania cuma bisa nyengir, memikirkan kata-kata yang tepat.
“Kamu sudah sering kesini ya?” akhirnya pertanyaan tidak penting keluar. “Enggak juga.” Katanya.
“Fer, sebenernya kenapa sih kamu baik banget sama aku?” akhirnya, pertanyaan penting keluar dari mulut Tania. Feri diam menatap Tania, lalu segera kembali menatap jalanan. Wajahnya tampak datar.
“Emang kenapa? Ga boleh ya?” Feri malah tanya balik.
“Nggak, cuman pengen tau kamu baiknya cuma sama aku doang, atau sama teman-teman yang lain juga.” Jelas Tania.
“Kalo aku baiknya cuma ke kamu emang kenapa?” Feri balik tanya lagi. Tania terdiam agak lama.
“Selama kamu ngelakuin itu karena menganggap aku sebagai teman, ya gapapa. Tapi kalo lebih dari itu…” Tania mendesahkan nafas, lalu melanjutkan “Aku ga bisa. Maksudku, Fer, kamu baik banget, bener-bener teman yang baik. Makasih.” Tania tersenyum pada Feri yang masih berusaha mencerna kata-kata gadis itu. Dibalik cahaya yang remang-remang tidak ada yang benar-benar tau bagaimana kalutnya hati keduanya kala itu.
@@@

Tania melemparkan tubuh mungilnya ke kasur dengan tas dan jaket yang masih menempel ditubuhnya. Rasa apa ini? Tadi itu 1 jam yang sangat menyiksa. Maksudnya, bagaimana bisa dia tengah berdua dengan seorang pria, berbincang, dan bahkan tertawa bersamanya tapi pikirannya melesat jauh ketempat lain? Benar-benar menyiksa, desahnya. Tania menutup wajahnya dengan lengan, karena cahaya lampu kamar, yang padahal, tidak terlalu menyilaukan. Dia hanya ingin melakukannya saja. Dan akhirnya, tangisnya pecah. Mungkin memang harus diselesaikan, segala upaya sia-sia menyakiti diri sendiri ini, pikirnya. Ingin terlihat asik pergi dengan pria yang sangat peduli dengannya, mengapa itu malah menyayat dirinya sendiri seperti ini? Jawabannya sederhana. Bahwa sebenarnya bukan dia yang dia harapkan. Bahwa berpura-pura bahagia bersama orang lai, bukan hanya menyakiti orang itu tapi juga menyiksa dirinya sendiri. Feri berhak mendapatkan ketulusan, yang tidak mungkin diperoleh darinya. Sembari mengusap air mata dipipinya, Tania menatap layar handphonenya. Ada beberapa pesan dari Feri yang belum terbaca.  Salah satu isinya: “Aku tau siapa itu. Tapi selama Tuhan belum kasih jawaban bahwa orang itu benar-benar untuk kamu, aku akan tetap menunggu didepan pintu.” Tania mendesah, sembari mengetik: “Itu terserah kamu, aku cuma ga ingin kamu kecewa suatu saat nanti.” Lalu tidak lama, Feri membalas pesannya “Iya, aku nggak akan nyalahin kamu kok, karena keputusan buat menunggu itu dari aku sendiri. Aku berdoa semoga kamu yang baik buat aku.” Pesan itu tak lagi dibalas oleh Tania, ya, setidaknya dia telah menyampaikan maksud hatinya malam itu, mengapa pada akhirnya dia memutuskan mau menerima ajakan Feri untuk pertama kalinya. Kencan pertama dan yang terakhir dengannya. Mungkin memang layak dibilang kencan, karena mereka hanya pergi berdua dan Feri yang mentraktir.  Akhirnya Tania tau, bahwa itu juga bukan cara yang bagus untuk melupakan seseorang. Setidaknya tidak berlaku untuk dirinya. Dia mengunci pintu kamarnya, lalu berdoa.

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

VISIT HERE

MY BANNER