Terimakasih kepada Allah yang lagi-lagi membuatku terharu
akan kasih-Nya yang begitu besar kepadaku. Banyak hal yang tidak bisa
dideskripsikan dengan kata-kata, bagaimana Dia mengubah setiap sudut hatiku dan
menyusunnya menjadi sesuatu yang lebih berkilau dan indah. Sebelum Tuhan
mengubah dan memperbaikinya, hatiku penuh dengan lubang-lubang dan mungkin,
beberapa luka yang masih belum sembuh sempurna. Hal ini menyadarkanku bahwa aku
bukan ‘barang jadi’ aku masih harus terus dibentuk dan diubahkan, aku masih
perlu Tuhan seumur hidupku, selama-lamanya!
Buku garapan pasangan suami istri Erick dan Leslie Ludy yang
berjudul ‘When God Writes Your Love Story’ sungguh-sungguh telah menyadarkanku
akan bagaimana cinta sejati itu semestinya. Aku mendapati diriku khawatir dan
menuntut pernyataan cinta yang instan dari seseorang yang ternyata, belum
diketahui dengan jelas, apakah dia adalah orang yang tepat.
Aku sadar bahwa
selama ini telah banyak waktuku yang terbuang karena terus memikirkan hal yang
sia-sia. Maksudku, semua keinginan-keinginan semu, hasrat ingin segera
mendapatkan seorang kekasih yang selama ini aku gumulkan berujung kepada
kenyataan penting: aku tidak akan pernah mendapatkan atau menikmati semuanya
itu, tidak akan pernah sebelum aku mengerti untuk apa Allah menaruh hasrat
untuk mencintai dalam diriku.
Kita dapat belajar mengasihi dari Pemberi Cinta Abadi
seperti Yesus, kisah cinta sepanjang masa yang tak akan pernah lekang oleh
waktu bagi saudara dan saya yang mau menerima undangan sebagai kekasih-Nya!
Nah, saya sadar, sebagai calon mempelai Kristus saya belum sepenuhnya hidup
menurut cara seharusnya mempelai Kristus hidup. Saya masih khawatir akan masa
depan saya bersama seseorang (yang saya kira saya telah menemukannya tapi
sebenarnya saya tidak tau apa-apa tentang itu) saya berusaha membuat gambaran
besar tentang kisah cinta saya seharusnya, padahal sebagai Allah, Dia tau apa
yang sedang Dia kerjakan terutama bagian hidup saya yang itu.
Jadi disinilah saya, dengan mata hati terbuka sehabis menangis
(lagi) dan berdoa kepada Allah. Saya sadar bahwa saya telah memberikan
seluruhnya (secara emosional) hati saya ini kepada seorang pria yang menurut
saya saat ini, itu merupakan tindakan yang sangat dangkal. Saya bahkan tidak
menguji dia (pria itu) apakah dia yang benar-benar diinginkan Allah untuk
menjadi pelengkap saya dalam mengiring Yesus seumur hidup, apakah dia
benar-benar orang yang tepat, apakah bijaksana jika saya terus menerus menuntut
Allah mengikuti keinginan hati saya, apakah saya sendiri benar-benar sudah siap
menjalin sebuah hubungan yang serius menuju pernikahan? Saya sadar malam hari
ini, banyak hal yang belum benar-benar saya mengerti! Dan ditengah kesedihan
karena telah begitu banyak mengecewakan Allah saya mengakui, dihadapan-Nya: Saya
belum siap ya Tuhan, saat ini saya akui dengan sepenuhnya, saya belum
siap. Tolong bimbing dan ajar saya
menjadi seorang pasangan yang sempurna bagi pribadi yang Kau tunjukkan sebagai
suamiku kelak! Sebagaimana yang Engkau inginkan, mengasihi seperti cara-Mu
mengasihinya.
Semua air mata yang mengalir, semua doa dan rintihan itu,
semuanya membentukku, menyadarkanku… aku perlu Allah untuk menuliskan kisah
cinta yang indah bagiku. Aku mau berhenti memberikan milikku yang berharga ini
pada seseorang yang (masih belum jelas) tidak diciptakan untukku. Sebelum aku
benar-benar mengetahuinya aku ingin menghabiskan waktuku untuk menjadi semakin
serupa dengan Allah, bukannya menanti-nanti sesuatu yang aku anggap cinta
sejati padahal bukan sama sekali (atau mungkin belum). Inilah cinta sejati itu:
dimana aku dapat mempercayakan sepenuhnya kisah cintaku pada Kekasih Surgawiku,
Yesus Kristus. Aku terlalu mengasihi-Nya sehingga tidak ingin memilih sendiri. Jika
Allah telah menciptakanku dengan tujuan yang mulia, aku yakin persoalan
pasangan hidup juga telah direncanakan jauh-jauh hari sebelum dia membentuk aku
di rahim ibuku. Membuatku percaya bahwa di dunia ini dia (calon suamiku) ada,
bernafas, dan tengah dibentuk Allah juga menjadi indah hingga kelak Dia
mempertemukan kami.
Setelah menulis ini pun, aku sadar pasti kelak akan
terguncang kembali rasa percayaku, tapi ini yang akan terus aku lakukan:
bersandar pada Allah dan menantikan setiap jam, hari, minggu, bulan dan mungkin
tahun-tahun untuk tetap setia menjaga hartaku demi pasangan hidupku.
Kesucianku: hati, pikiran, dan tubuhku akan kujaga untuknya, pria yang saat ini
belum aku kenali dengan seutuhnya. Aku tidak akan menurunkan standarku, dia
benar-benar ada dan tengah dipersiapkan juga supaya kami bertemu di tempat dan
waktu yang ditentukan-Nya. Biarlah kehendak dan rencana-Mu jadi, ya Allah.
Biarlah hatiku semakin mengasihi dan menantikan Engkau, didalam perjalanan
hidupku ini gunakanlah aku sebagai alat kemuliaan-Mu. Begitu pula dia ya Allah,
pribadi yang begitu aku rindukan, aku akan setia menunggu dan mencintainya, seperti
yang Telah Engkau ajarkan padaku…
Kamu
Disuatu malam disudut kamar yang sempit ini
Aku menemukan keutuhan hatiku
Yang semakin murni dan indah
Akan senantiasa teruji dengan air mata dan kerinduanku
padamu
Tapi aku sadar bahwa kamu sepadan dengan semua itu
Karena Allah telah membuatku berani untuk berharap
Bahwa kamu benar-benar ada
Bahwa kita telah ditentukan dari semula
Aku akan menjaga cinta kita
Tetap menyala
Dan aku senantiasa berdoa kepada Allah, kasihku
Dirimu diubahkan menjadi pribadi yang juga indah…
Bersabarlah dalam setiap langkah
Akan tiba saatnya kau dapati keseluruhan diriku
Menjadi surga yang layak kita nikmati di dunia
Oleh karena penantian kita…
Surabaya, 17 September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar